Rukun ketiga adalah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, yaitu bulan ke-9 pada kalender Hijriah. Puasa Ramadhan ini pun baru diperintahkan di tahun ke-2 Hijriah. Pada tahap awalnya, perintah berpuasa ini bertujuan untuk membangun kehidupan pribadi maupun sosial yang terjaga, terlindungi dari perilaku yang busuk. Kalau kita mau menyimak Alquran, kita akan mengetahui bahwa tujuan berpuasa itu ialah untuk (1) hidup bertakwa, (2) menjadi manusia alim, (3) menjadi hamba yang bersyukur, dan (4) menjadi hamba yang senantiasa berada di jalan yang benar.
Bagi seorang pemimpin berkarakter NMA puasa bukanlah sekadar menahan diri dari lapar dari haus sejak fajar hingga matahari terbenam pada bulan Ramandan. Bukan ini Jika hanya menahan diri dari lapar dan haus, maka puasa demikian sebagai sesuatu yang palsu alias semu. Bila puasa hanya untuk memenuhi kaidah fikih maka tak akan bisa mencapai maksud puasa tersebut. Puasa yang sejati ya yang dapat memotivasi pelakunya untuk meraih tujuan puasa sebagaimana yang dimaksud ayat-ayat tersebut.
Lalu, bagaimana wujud puasa yang tidak palsu itu bagi seorang pemimpin berkarakter NMA? Tentu, sebagai anggota komunitas muslim harus melakukan tata-krama puasa itu. Tata kramanya mencegah makan, minum, dan berhubungan seksual (bagi suami-istri) dari fajar—masuk waktu subuh—hinga matahari terbenam. Karena ini sebagai tata krama, ya tidak perlu berlarian atau tergesa-gesa ¬mengambil makanan atau minuman saat tanda masuk magrib tiba. Sering kali dalam kehidupan sehari- hari saya mengamati keadaan di lapangan pada saat adzan atau bedug magrib tiba. Apa yang terjadi? Pada saat ”dur magrib” itu tampak banyak sekali orang yang seakan-akan kelaparan atau kehausan.
Bulan Ramadan juga tidak dinyatakan di dalam Alquran sebagai bulan suci. Namun, banyak juga orang yang berlebihan dalam menyucikan bulan ramadan, dan diambil mengatas namakan Tuhan mereka melakukan kerusakan dan kezaliam. Lha, yang begini ini yang malah merusak Islam dan mencemari kemuliaan umat Islam. Lha wong bulan Ramadan itu bulan yang di dalamnya kita seru untuk melatih diri agar kita bisa mengendalikan hawa nafsu, eee ... kita malah ada yang anarki!
Nah, bagaimana cara seorang pemimpin berkarakter NMA dalam mengisi bulan Ramadan agar maksud yang disampaikan Alquran itu terwujud dalam kehidupan nyata ini?
Pertama, seorang pemimpin yang memiliki karakter NMA harus jujur terhadap diri sendiri. Coba perhatikan dengan seksama surah al-Baqarah ayat 184 itu. Ditegaskan disitu: ” Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang rela melakukan kebajikan maka itu yang lebih baik baginya. Dan, berpuasa itu lebih baik bagimu bila kamu mengetahui.”
Jadi, jelas sekali bahwa di dalam bulan Ramadhan Tuhan sendiri memberikan kompensasi bagi umat Islam. Bila ada orang yang berat dalam menjalankan puasa, maka kewajiban lain sebagai kompensasinya yaitu memberi makan seorang miskin. Jika dia memberi lebih, wah ... itu lebih baik lagi. Dan, lebih baik lagi bila di luar bulan Ramadan dia mengganti puasa yang ditinggalkannya selama Ramadhan. Inilah ajaran yang luar biasa!!
Warung nasi dan restoran yang buka di siang hari selama Ramadhan itu ya untuk mereka yang berat menjalankan itu. Warung makan buka di siang hari itu juga untuk memenuhi kebutuhan orang yang sedang sakit, orang-orang yang amat berat pekerjaannya, orang-orang yang sedang dalam perjalanan alias musafir, dan bagi mereka yang beragama lain. Jadi, warung makanan itu buka tidak ditujukan kepada yang berpuasa. Lha, yang berpuasa kalau jujur pada dirinya ya tak akan membatalkan puasanya gara-gara melihat ada warung makanan buka.
Kedua, seorang yang memiliki karakter pemimpin NMA terdapat pada surah al-Baqarah ayat 185 dijelaskan dengan gamblang, terang-terangan, bahwa Allah menghendaki kemudahan bagi manusia dan tidak menghendaki kesukaran. Lha koq kita malah menyulitkan umat dengan berbagai aturan fikih tambahan. Banyak orang malah tidak menerima pernyataan Allah tersebut. Jelas, Allah memberikan kemudahan, tapi kita sok kuasa dan akhirnya memberikan kesukaran bagi orang lain dalam lingkungan kerja kita. Bagaimana kita bisa bersyukur sebagaimana dimaksud ayat itu bila kita menyulitkan orang lain?
Ketiga, seorang pemimpin yang berkarakter NMA mengatakan berpuasa itu bertujuan untuk meraih sesuatu yang luhur, yaitu untuk membangun diri hidup di jalan yang benar. Begitulah yang dikandung oleh surah al-Baqarah ayat 186. dengan berpuasa sebulan penuh, kita dididik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kita bisa merasakan bahwa Tuhan itu dekat dengan kita. Kalau kita sudah dekat, ya doa kita pasti di kabulkan. Bukankah selama menjalankan puasa kita tetap harus meningkatkan kualitas iman kita? Dan, bukankah selama menjalankan puasa kita tetap harus memenuhi seruan Allah, yaitu amal ibadah?
Doa orang berpuasa yang senantiasa meningkatkan imannya dan memenuhi seruan-Nya niscaya diperkenankan-Nya. Tetapi, jangan salah paham tentang makna doa yang dikabulkan itu. Doa yang dikabulkan itu adalah doa yang berisi permohonan untuk hidup yang semakin dekat dengan Tuhan. Dalam penjelasan penulis bahwa orang yang hanya berhenti pada syariat, ya tak akan sampai pada akhlak mulia. Orang yang hanya berhenti pada syariat disebut sebagai orang yang hanya bisa bicara. Orang ini tidak mengetahui maksud dan tujuan syariat. Dikiranya syariat dan akhlak itu tak ada hubungannya. Dianggapnya bahwa dengan bersyariat sudah cukup dan bisa mengatarkannya ke surga.
Syariat hanyalah koridor atau jalan. Artinya, syariat tidak cukup hanya dilalui, apabila mandek di tengah jalan. Lebih buruk lagi kalau malah ngetem. Orang yang melewati syariat itulah yang diharapkan bisa berlaku tertib, tidak bertikai di tengah jalan dan bisa menunjukan tata-krama kehidupan yang baik.
Puasa Ramadan yang sebulan itu harus dapat diwujudkan dalam bentuk akhlak mulia dalam kehidupan kita. Puasa itu harus menjadi bagian dari budi pekerti kita. Tanpa disertai tarekat maka puasa kita hanyalah sebentuk upaya menahan diri dari lapar, haus dan hawa nafsu seksual (nagi suami-istri) dalam rentang waktu fajar hingga magrib, alias beberapa jam saja. Apa yang diperoleh? Ya, tentu saja kita hanya memperoleh rasa lapar dan dahaga.
Dengan menyertakan tarekat puasa dalam kehidupan kita sehari-hari, percecokan yang tiada gunanya itu dapat kita hindari. Yang tercipta adalah sepi ing pamrih rame ing gawe. Yang ada ialah banyak yang bisa kita kerjakan dan sepi dari kepentingan. Dan, itulah wujud dari pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Agung. Jika seseorang pemimpin dapat menjalankan puasa yang sejati dalam kehidupan ini, sebenarnya dia telah menang berperang dengan iblis. Ya..., orang-orang yang telah menang perang dengan iblislah yang akan menerima anugerah agung dari Tuhanmu, itulah yang di harapkan dari karakter kepemimpinan NMA.
Dengan berpuasa yang betul yang telah saya jelaskan di depan maka akan terwujud sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik, masyarakat yang baik akan melahirkan seorang figur pemimpin yang baik, pemimpin yang baik tentu akan berbuat adil, nah... kepemimpinan semacam inilah yang sebenarnya akan menghantarkan ke gerbang kesadaran diri untuk mewujudkan surga dalam kehidupanya sebelum ia masuk kedalam surga-surga yang akan datang. dengan pelaksanaan hikmah puasa demikian akan terlahir negara yang gemah ripah loh jinawi dalam bahasa arab di sebut" baldatun toyyibatun warobbun ghofur"